Pengertian Etika Bisnis
Etika
adalah suatu cabang dari filosofi yang berkaitan dengan ”kebaikan (rightness)”
atau moralitas (kesusilaan) dari perilaku manusia. Dalam pengertian ini etika
diartikan sebagai aturan-aturan yang tidak dapat dilanggar dari perilaku yang
diterima masyarakat sebagai baik atau buruk. Sedangkan Penentuan baik dan buruk
adalah suatu masalah selalu berubah. Etika bisnis adalah standar-standar nilai
yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan
keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik. Paradigma etika dan bisnis
adalah dunia yang berbeda sudah saatnya dirubah menjadi paradigma etika terkait
dengan bisnis atau mensinergikan antara etika dengan laba. Justru di era
kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh
etika bisnis merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh
karena itu, perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka
panjang dalam sebuah bisnis.
Permasalahan
Etika dalam Bisnis
Beberapa
hari terakhir ada dua berita yang mempertanyakan apakah etika dan bisnis
berasal dari dua dunia berlainan. Pertama, melubernya lumpur dan gas panas di
Kabupaten Sidoarjo yang disebabkan eksploitasi gas PT Lapindo Brantas. Kedua,
obat antinyamuk HIT yang diketahui memakai bahan pestisida berbahaya yang
dilarang penggunaannya sejak tahun 2004. Dalam kasus Lapindo, bencana memaksa
penduduk harus ke rumah sakit. Perusahaan pun terkesan lebih mengutamakan
penyelamatan aset-asetnya daripada mengatasi soal lingkungan dan sosial yang
ditimbulkan.Pada kasus HIT, meski perusahaan pembuat sudah meminta maaf dan
berjanji akan menarik produknya, ada kesan permintaan maaf itu klise. Penarikan
produk yang kandungannya bisa menyebabkan kanker itu terkesan tidak
sungguh-sungguh dilakukan. Produk berbahaya itu masih beredar di pasaran. Atas
kasus-kasus itu, kedua perusahaan terkesan melarikan diri dari tanggung jawab.
Sebelumnya, kita semua dikejutkan dengan pemakaian formalin pada pembuatan tahu
dan pengawetan ikan laut serta pembuatan terasi dengan bahan yang sudah
berbelatung. Dari kasus-kasus yang disebutkan sebelumnya, bagaimana perusahaan
bersedia melakukan apa saja demi laba. Wajar bila ada kesimpulan, dalam bisnis,
satu-satunya etika yang diperlukan hanya sikap baik dan sopan kepada pemegang
saham. Harus diakui, kepentingan utama bisnis adalah menghasilkan keuntungan
maksimal bagi shareholders. Fokus itu membuat perusahaan yang berpikiran pendek
dengan segala cara berupaya melakukan hal-hal yang bisa meningkatkan
keuntungan. Kompetisi semakin ketat dan konsumen yang kian rewel sering menjadi
faktor pemicu perusahaan mengabaikan etika dalam berbisnis. Namun, belakangan
beberapa akademisi dan praktisi bisnis melihat adanya hubungan sinergis antara
etika dan laba. Menurut mereka, justru di era kompetisi yang ketat ini,
reputasi baik merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Salah
satu kasus yang sering dijadikan acuan adalah bagaimana Johnson & Johnson
(J&J) menangani kasus keracunan Tylenol tahun 1982. Pada kasus itu, tujuh
orang dinyatakan mati secara misterius setelah mengonsumsi Tylenol di Chicago.
Setelah diselidiki, ternyata Tylenol itu mengandung racun sianida. Meski
penyelidikan masih dilakukan guna mengetahui pihak yang bertanggung jawab,
J&J segera menarik 31 juta botol Tylenol di pasaran dan mengumumkan agar
konsumen berhenti mengonsumsi produk itu hingga pengumuman lebih lanjut.
J&J bekerja sama dengan polisi, FBI, dan FDA (BPOMnya Amerika Serikat)
menyelidiki kasus itu. Hasilnya membuktikan, keracunan itu disebabkan oleh
pihak lain yang memasukkan sianida ke botol-botol Tylenol. Biaya yang
dikeluarkan J&J dalam kasus itu lebih dari 100 juta dollar AS. Namun,
karena kesigapan dan tanggung jawab yang mereka tunjukkan, perusahaan itu
berhasil membangun reputasi bagus yang masih dipercaya hingga kini. Begitu
kasus itu diselesaikan, Tylenol dilempar kembali ke pasaran dengan penutup
lebih aman dan produk itu segera kembali menjadi pemimpin pasar (market leader)
di Amerika Serikat. Secara jangka panjang, filosofi J&J yang meletakkan
keselamatan konsumen di atas kepentingan perusahaan berbuah keuntungan lebih
besar kepada perusahaan. Doug Lennick dan Fred Kiel, 2005 (dalam Itpin, 2006)
penulis buku Moral Intelligence, berargumen bahwa perusahaan-perusahaan yang
memiliki pemimpin yang menerapkan standar etika dan moral yang tinggi terbukti
lebih sukses dalam jangka panjang. Hal sama juga dikemukakan miliuner Jon M
Huntsman, 2005 (dalam Itpin, 2006) dalam buku Winners Never Cheat. Dikatakan,
kunci utama kesuksesan adalah reputasinya sebagai pengusaha yang memegang teguh
integritas dan kepercayaan pihak lain. Berkaca pada beberapa contoh kasus itu,
sudah saatnya kita merenungkan kembali cara pandang lama yang melihat etika dan
bisnis sebagai dua hal berbeda. Memang beretika dalam bisnis tidak akan memberi
keuntungan segera. Karena itu, para pengusaha dan praktisi bisnis harus belajar
untuk berpikir jangka panjang. Peran masyarakat, terutama melalui pemerintah,
badan-badan pengawasan, LSM, media, dan konsumen yang kritis amat dibutuhkan
untuk membantu meningkatkan etika bisnis berbagai perusahaan di Indonesia.
Praktik
Bisnis Masih Abaikan Etika
Rukmana
(2004) menilai praktik bisnis yang dijalankan selama ini masih cenderung
mengabaikan etika, rasa keadilan dan kerapkali diwarnai praktik-praktik bisnis
tidak terpuji atau moral hazard. Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang semakin
meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat dan sekarang meluas
sampai ke daerah-daerah, dan meminjam istilah guru bangsa yakni Gus Dur,
korupsi yang sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke meja-mejanya dikorupsi
adalah bentuk moral hazard di kalangan ekit politik dan elit birokrasi. Hal ini
mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah terjadi krisis moral
dengan menghalalkan segala mecam cara untuk mencapai tujuan, baik tujuan
individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok untuk eksistensi
keberlanjutan kelompok.Terapi ini semua adalah pemahaman, implementasi dan
investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis dan para elit
politik. Dalam kaitan dengan etika bisnis, terutama bisnis berbasis syariah,
pemahaman para pelaku usaha terhadap ekonomi syariah selama ini masih cenderung
pada sisi “emosional” saja dan terkadang mengkesampingkan konteks bisnis itu
sendiri. Padahal segmen pasar dari ekonomi syariah cukup luas, baik itu untuk usaha
perbankan maupun asuransi syariah. Dicontohkan, segmen pasar konvensional,
meski tidak “mengenal” sistem syariah, namun potensinya cukup tinggi. Mengenai
implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana mengakui beberapa pelaku usaha
memang sudah ada yang mampu menerapkan etika bisnis tersebut.
Namun,
karena pemahaman dari masing-masing pelaku usaha mengenai etika bisnis
berbeda-beda selama ini, maka implementasinyapun berbeda pula, Keberadaan etika
dan moral pada diri seseorang atau sekelompok orang sangat tergantung pada
kualitas sistem kemasyarakatan yang melingkupinya. Walaupun seseorang atau
sekelompok orang dapat mencoba mengendalikan kualitas etika dan moral mereka,
tetapi sebagai sebuah variabel yang sangat rentan terhadap pengaruh kualitas
sistem kemasyarakatan, kualitas etika dan moral seseorang atau sekelompok orang
sewaktu-waktu dapat berubah. Baswir (2004) berpendapat bahwa pembicaraan
mengenai etika dan moral bisnis sesungguhnya tidak terlalu relevan bagi
Indonesia. Jangankan masalah etika dan moral, masalah tertib hukum pun masih
belum banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru sangat lumrah di negeri ini
untuk menyimpulkan bahwa berbisnis sama artinya dengan menyiasati hukum.
Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara batas
wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum. Wilayah etika dan moral adalah
sebuah wilayah pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan wilayah hukum adalah
wilayah benar dan salah yang harus dipertanggungjawabkan di depan pengadilan.
Akan tetapi memang itulah kesalahan kedua dalam memahami masalah etika dan
moral di Indonesia. Pencampuradukan antara wilayah etika dan moral dengan
wilayah hukum seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia tidak bisa
membedakan antara perbuatan yang semata-mata tidak sejalan dengan kaidah-kaidah
etik dan moral, dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar hukum.
Sebagai misal, sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah korupsi masih
didekati dari sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah jelas dasar
hukumnya, maka masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian halnya
dengan masalah penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak
asasi manusia.
Berbisnis
Dengan Etika
Epistemologi
Etika Bisnis Menurut Kamus Inggris Indonesia Oleh Echols and Shadily (1992:
219), Moral = moral, akhlak, susila (su=baik, sila=dasar, susila=dasar-dasar
kebaikan); Moralitas = kesusilaan; Sedangkan Etik (Ethics) = etika, tata
susila. Sedangkan secara etika (ethical) diartikan pantas, layak, beradab,
susila. Jadi kata moral dan etika penggunaannya sering dipertukarkan dan
disinonimkan, yang sebenarnya memiliki makna dan arti berbeda. Moral dilandasi
oleh etika, sehingga orang yang memiliki moral pasti dilandasi oleh etika.
Demikian pula perusahaan yang memiliki etika bisnis pasti manajernya dan
segenap karyawan memiliki moral yang baik. Uno (2004) membedakan pengertian
etika dengan etiket. Etiket (sopan santun) berasal dari bahasa Prancis
etiquette yang berarti tata cara pergaulan yang baik antara sesama menusia.
Sementara itu etika, berasal dari bahasa Latin, berarti falsafah moral dan
merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama.
Jika kata etika dikaitkan dengan kata bisnis akan menjadi Etika Binis (business
ethics). Steade et al (1984: 701) dalam bukunya ”Business, Its Natura and
Environment An Introduction” memberi batasan yakni, ”business ethics is
ethical standards that concern both the ends and means of business decision
making”. Definisi etika bisnis menurut Business & Society – Ethics and
Stakeholder Management (Caroll & Buchholtz, ?: dalam Iman, 2006): Ethics is
the discipline that deals with what is good and bad and with moral duty and
obligation. Ethics can also be regarded as a set of moral principles or values.
Morality is a doctrine or system of moral conduct. Moral conduct refers to that
which relates to principles of right and wrong in behavior. Business ethics,
therefore, is concerned with good and bad or right and wrong behavior that
takes place within a business context. Concepts of right and wrong are
increasingly being interpreted today to include the more difficult and subtle
questions of fairness, justice, and equity.
Sim
(2003) dalam bukunya Ethics and Corporate Social Responsibility - Why
Giants Fall, menyebutkan:
Ethics
is a philosophical term derived from the Greek word “ethos,” meaning character
or custom. This definition is germane to effective leadership in organizations
in that it connotes an organization code conveying moral integrity and
consistent values in service to the public. Jadi, ada beberapa kata kunci di
sini, yaitu:• Ethics: Is the discipline that deals with what is good and bad
and with moral duty and obligation, can also be regarded as a set of moral
principles or values.
•
Ethical behavior: Is that which isaccepted as morally “good” and “right” as
opposed to “bad” or “wrong” in a particular setting.
•
Morality: A system or doctrine of moral conduct which refers to principles of
right and wrong in behavior.
Etika
bisnis sendiri terbagi dalam:
•
Normative ethics: Concerned with supplying and justifying a coherent moral
system of thinking and judging. Normative ethics seeks to uncover, develop, and
justify basic moral principles that are intended to guide behavior, actions,
and decisions (DeGeorge, 2002)• Descriptive ethics: Is concerned with
describing, characterizing, and studying the morality of a people, a culture,
or a society. It also compares and contrasts different moral codes, systems,
practices, beliefs, and values (Bunchholtz and Rosenthal, 1998).
Memang
diakui oleh Steade et al. (1984: 584) bahwa menunjuk sesuatu secara tepat yang
merupakan perilaku bisnis secara etik bukanlah suatu tugas gampang. Dalam hal
ini, beberapa penduduk menyamakan perilaku secara etik (ethical behavior)
dengan perilaku legal (legal behavior) – yaitu, jika suatu tindakan adalah
legal (syah), mereka harus dapat diterima. Kebanyakan penduduk, termasuk
manajer, mengakui bahwa batas-batas legal pada bisnis harus dipatuhi. Namun,
mereka melihat batas-batas legal ini sebagai suatu titik pemberangkatan untuk
perilaku bisnis dan tindakan manajerial. Secara nyata, perilaku bisnis beretika
merefleksikan hukum ditambah tindakan etika masyarakat, moral (kesusilaan), dan
nilia-nilai seperti digambarkan pada Gambar 1. Pada gilirannya formulasi hukum
mengikuti suatu tindak tanduk etika masyarakat dan hasilnya secara per lahan
muncul dua, yaitu adanya suatu hubungan ”give-and take” antara apa yang ”legal”
dan apa yang ”cara etik”.
Etika
adalah suatu cabang dari filosofi yang berkaitan dengan ”kebaikan (rightness)”
atau moralitas (kesusilaan) dari kelakuan manusia. Kata etik juga berhubungan
dengan objek kelakuan manusia di wilayah-wilayah tertentu, seperti etika
kedokteran, etika bisnis, etika profesional (advokat, akuntan) dan lain-lain.
Disni ditekankan pada etika sebagai objek perilaku manusia dalam bidang bisnis.
Dalam pengertian ini etika diartikan sebagai aturan-aturan yang tidak dapat
dilanggar dari perilaku yang diterima masyarakat sebagai ”baik (good) atau
buruk (bad)”. Catatan tanda kutip pada kata-kata baik dan buruk, yang berarti
menekankan bahwa penentuan baik dan buruk adalah suatu masalah selalu berubah.
Akhirnya, keputusan bahwa manajer membuat tentang pertanyaan yang bekaitan
dengan etika adalah keputusan secara individual, yang menimbulkan konskuensi.
Keputusan ini merefleksikan banyak faktor, termasuk moral dan nilai-nilai
individu dan masyarakat.
Secara
sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak
mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis
sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang
dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari
elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang
maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain
(Dalimunthe, 2004). Etika dan moral (moralitas) sering digunakan secara bergantian
dan dipertukarkan karena memiliki arti yang mirip. Ini mungkin karena kata
Greek ethos dari mana ”ethics” berasal dan kata latin mores dari mana ”morals”
diturunkan keduanya artinya kebiasaan (habit) atau custom (adat). Namun moral
(morals) berbeda dari etika (ethics), yang mana di dalam moralitas terkandung
suatu elemenelemen normatif yang tidak dapat dielakkan/dihindari (inevitable
normative elements). Dengan demikian, moral berhubungan dengan pembicaraan
tidak hanya apa yang dikerjakan, tapi juga apa masyarakat seharusnya dikerjakan
dan dipercaya. Elemen-elemen normatif ini, atau ”keharusan (oughtness)”,
konflik dengan aspek-aspek perubahan etika bisnis. Nilai-nilai (values) adalah
standar kultural dari perilaku yang diputuskan sebagai petunjuk bagi pelaku
bisnis dalam mencapai dan mengejar tujuan. Dengan demikian, pelaku bisnis
menggunakan nilai-nilai dalam pembuatan keputusan secara etik apakah mereka
menyadarinya atau tidak. Semakin lama, manajer bisnis ditantang meningkatkan
sensitivitas mereka terhadap permasalahan etika. Mereka menekankan pada
evaluasi secara kritis prioritas nilai-nilai mereka untuk melihat bagaimana ini
pantas dengan realitas dan harapan organisasi dan masyarakat. Etika Bisnis:
Suatu Kerangka Global Masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke
dalam lima kategori yaitu: Suap (Bribery), Paksaan (Coercion), Penipuan
(Deception), Pencurian (Theft), Diskriminasi tidak jelas (Unfair
discrimination)(lihat Nofielman, ?), yang masingmasing dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1.
Suap (Bribery), adalah tindakan berupa menawarkan, memberi, menerima, atau
meminta sesuatu yang berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang
pejabat dalam melaksanakan kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk
memanipulasi seseorang dengan membeli pengaruh. ‘Pembelian’ itu dapat dilakukan
baik dengan membayarkan sejumlah uang atau barang, maupun ‘pembayaran kembali’
setelah transaksi terlaksana. Suap kadangkala tidak mudah dikenali. Pemberian
cash atau penggunaan callgirls dapat dengan mudah dimasukkan sebagai cara suap,
tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu dapat disebut sebagai suap,
tergantung dari maksud dan respons yang diharapkan oleh pemberi hadiah.2.
Paksaan (Coercion), adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau dengan
menggunakan jabatan atau ancaman. Coercion dapat berupa ancaman untuk
mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan industri terhadap
seorang individu.
3.
Penipuan (Deception), adalah tindakan memperdaya, menyesatkan yang disengaja
dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan.
4.
Pencurian (Theft), adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu yang bukan hak
kita atau mengambil property milik orang lain tanpa persetujuan pemiliknya.
Properti tersebut dapat berupa property fisik atau konseptual.
5.
Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination), adalah perlakuan tidak adil
atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis
kelamin, kewarganegaraan, atau agama. Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua
orang dengan setara tanpa adanya perbedaan yang beralasan antara mereka yang
‘disukai’ dan tidak.
Pentingnya
Etika dalam Dunia Bisnis
Perubahan
perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi
dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus ditempuh?. Didalam bisnis tidak
jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang
berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah
demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah
menjadi binatang ekonomi. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis
tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin
meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan
masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan
suap merupakan segelintir contoh pengabaian para pengusaha terhadap etika
bisnis. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma
yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa
dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya,
baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap
masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dengan
memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa
prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat
interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi
berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang
nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut
segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia
usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang
ekonomi.
Kesimpulan
1.
Etika adalah suatu cabang dari filosofi yang berkaitan dengan ”kebaikan
(rightness)” atau moralitas (kesusilaan) dari perilaku manusia. Dalam
pengertian ini etika diartikan sebagai aturan-aturan yang tidak dapat dilanggar
dari perilaku yang diterima masyarakat sebagai ”baik (good” atau buruk (bad)”.
Sedangkan Penentuan baik dan buruk adalah suatu masalah selalu berubah.
2.
Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan
manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan
bisnis yang etik.
3.
Paradigma etika dan bisnis adalah dunia yang berbeda sudah saatnya dirubah
menjadi paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika
dengan laba. Justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang
baik yang dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive advantage
yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etik penting diperlukan untuk
mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar