Selasa, 28 Mei 2013

SITUASI PEREKONOMIAN INDONESIA



SITUASI PEREKONOMIAN INDONESIA

TUGAS SOFTSKILL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
“KETAHANAN NASIONAL”



                   Nama                   : Pramita Prasetyaningrum

                   NPM          : 14209386

                   Jurusan      : Manajemen
                   Dosen         :
Logo GunaDarma






FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN

GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA
1.      ERA SEBELUM 1966
Sekitar dua puluh tahun pasca kemerdekaan, perekonomian Indonesia kurangmenggembirakan karena pergantian kabinet yang tidak menentu. Sehingga berpengaruh bagiroda perekonomian Indonesia. Dimana pertumbuhan ekonomi pada saat itu adalah cukupmenggembirakan dengan laju 6,9 % dalam periode 1952-1958, dan turun drastis pada tahunhanya berkisar 1,9 % pada tahun 1960-1965. Akibat dari pertumbuhan perekonomian tersebutmaka mempunyai dampak terhadap anggaran belanja negara yang terus membenggkak daritahun ke tahun. Dan semakin terjadinya inflasi terhadap harga barang-barang mencapai 650%dalam jangka beberapa tahun.
Pada masa orde lama ditandai dengan berbagai fenomena yaitudengan adanya menasionalisasi perusahaan asing, kekurangan kapital, kebijakan anti-investasi,hilangnya pasang pasarsejumlah komoditas dalam perdagangan internasional, dantekanan atas neraca pembayaran yang mengakibatkan depresiasi rupiah.Selama periode tahun 1950-1965, instrumen utama kebijakan moneterdalam negeri adalah penetapan stipulasi premi impordan persyaratan minimum modall sendiri bagi permohonankredit. Dalam tahun 1965, sebuah kejanggalan lain menambah sejarah sistem moneter Indonesia. Menteri untuk urusan bank sental adalah Gubernur Bank Indonesia,menggabungkan semua bank milik pemerintah (termasuk bank indonesia sendiri). Kedalam satu wadah yang disebut sebagai Bank berjuang. Tujuannya adalah untuk mengelola danmengendalikan langsung aktivitas dan sistem perbankan oleh satu tangan yaitu tangan pemerintah serta dalam melaksanakan gagasan “ekonomi terpimpin” yang dilancarkan oleh pemerintah saat itu.

2.      MASA PERALIHAN 1966-1968
 Pada rezim baru ini mewarisi keadaan perekonomian yang porak peranda yaitu:
-       Ketidakmampuan memenuhi kewajiban utang luar negeri sebesar lebih dari US$ 2 miliar dolar.
-       Penerimaan ekspor yang hanya setengah dari pengeluaran untuk impor barang dan jasa.
-       Ketidakberdayaan mengendalikan anggaran belanjadan memungut pajak.
-       Laju inflasi secepat 30-50% per bulane.

Buruknya kondisi prasarana perekonomian serta penurunan kapasitas produktif sektor industri dan ekspor dalam menghadapi keadaan seperti itu maka ada langkah-langkah yang harus dilakukanyaitu:
-          Memerangi hiperinflasi.
-          Mencukupkan stok bahan pangan, khususnya beras.
-          Merehabilitasi prasarana perekonomin.
-          Meningkatkan ekspor.
-          Menyediakan/menciptakanlapangan kerja.
-          Mengundang kembali investasi asing
Secara keseluruhan, program ekonimi pemerintah orde baru ini dibagi menjadi dua jangka waktu yang saling berkaitan, yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Program ekonomi jangka pendek adalah:
-          Tahap penyelamatan (juli- desember 1966)
-          Tahap rehabilitasi (januari- juni 1967)
-          Tahap konsolidasi (juli- desember 1967)
-          Tahap stabilisasi (januari- juni 1968)
Program jangka pendek ini diikuti dengan program jangka panjang, terdiri atas rangkaianRencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang dimulai pada bulan April 1969.







BAB II
PEMBAHASAN

1.      DI MASA ORDE LAMA
Masa Orde lama dimulai dari tanggal 17 Agustus 1945 saat Indonesia merdeka. Pada Saat itu keadaan ekonomi Indonesia mengalami stagflasi (artinya stagnasi produksi atau kegiatan produksi terhenti pada inflasi yang tinggi). Indonesoa pernah mengalami system politik yang demokratis yakni pada periode 1949-1956. Pada tahun tersebut terjadi konflik politik yang berkepanjangan dimana rata-rata umur cabinet hanya dua tahun sehingga pemerintah yang berkuasa tidak focus memikirkan masalah-masalah social dan ekonomi Indonesia masih peninggalan jaman colonial, struktur ini disebut dual society dimana sruktur dualism menerapkan diskriminasi dalam setiap kebijakan baik yang langsung maupun tidak langsung.
Keadaan ekonomi Indonesia menjadi bertambah buruk dibandingkan pada masa penjajahanBelanda. Hal ini dikarenakan terjadi nasionalisasi terhadap semua perusahaan asing di tanah air. Nasionalisasi perusahaan asing yang dilakukan pada tahun 1957 dan 1958 adalah awal periode“Ekonomi Terpimpin” dengan haluan sosialis/komunis. Sebenarnya politik ini hanya merupakansatu refleksi dari perasaan anti colonial, anti impralisme, dan anti kapitalisme pada saat itu. Padaakhir September 1965, ketidakstabilan politik Indonesia mencapai puncaknya dengan terjadinya kudeta yang gagal. Sejak saat itu, sistem ekonomi yang dianut Indonesia mengalami perubahandari pemikiran sosialis ke semikapitalis yang dalam pelaksanaannya mengakibatkan munculnya kesenjangan ekonomi yang semakin besar.
Periode ekonomi ini dimulai sejak proklamasikemerdekaan hingga jatuhnya Presiden Soekarno.Perekonomian Indonesia bisa dikatakan sebagai ekonomi perang, karena pada waktu itu masihterjadi perang antara kaum revolusioner dengan pemerintahan Belanda yang dibantu Inggris dan Australia. Situasi politik dalam negeri menjadi tidak kondusif untuk kemajuan perekonomian.Terjadi banyak pertentangan politik, muncul banyak partai, adanya keinginan negara kesatuanmaupun negara federasi serta negara agama. Situasi ini menarik perhatian republik sehinggahubungan dengan pemerintah Belanda makin memburuk

2.      ORDE BARU
Pemerintahan Orde Baru pasa masa pimpinan Presiden Soeharto, orde baru hadir dengan semangat “koreksi total” atas penyimpangan yang dilakukan Orde Lama. Orde Baru berlangsung dari tahun 1968-1998. Dalam jangka tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini disertai prektek korupsi yang merajalela di Negara. Selain itu kesenjangan antara rakyat yang kaya dengan yang miskin semakin melebar.
      Pada tahun 1968 MPR secara resmi melantik Soeharto sebagai Presiden untuk jabatan 5 tahun, dan beliau kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Presiden Soeharto melakukan pergerakan untuk kesenjangan antara rakyat kaya dan miskin dalam bergabai bidan, antara lain : Politik dramatis, politik yang mengubah kebijakan luar negri dan dalamnegri dari jalan yang di tempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Salah satu kebijakan petama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB. Pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia “bermaksud unutk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB”. Adapun kelebihan dan kekurangan pada masa orde baru yaitu :
a.       Kelebihan system Pemerintahan Order Baru, yaitu
-          Perkembangan GDP per kapita Indonesia pada tahun 1968 hanya AS $70 dan pada tahun 1996 telah mencapai lebih dari AS $1.000
-          Suskses Transmigrasi
-          Sukses KB
-          Sukses memerangi buta huruf
-          Sukses swasembada pangan
-          Pengangguran minimum
-          Sukses REPELITA
-          Sukses gerakan wajib belajar
-          Sekses gerakan nasional otang tau asuh
-          Sukses keamanan dalam negri
-          Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
-          Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negri
b.      Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
-          Maraknya korupsi, kolusi, nepotisme
-          Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah
-          Munclnya rasa ketidak puasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh danPapua
-          Kecemburuan antara penduduk setemat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertama
-          Bertambahnya kesenjangan social (perbedaan pendapatan yang tidak merata antara kaya dan miskin)
-          Kritik dibungkam dan oposisi di haramkan
-          Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak keamanan, antara lain dengan program “Penembakan Misterius” Petrus
-          Tidak ada rencana susksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah )

Pada pertengahan 1977 Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Ansi dan disertai kemarut terburuk dalam 50 tahun terakhir, untuk harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh dan inflasi meningkat tajam dan perpindahan modal dipercepat. Pada demonstran yang awalnya dipimpin para mahasiswa mengundurkan diri dari Soeharto. Ditengah gejolak kemarahan masa yang meluas, Soekarno mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya unutk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden B.J Habibie untuk menjadi Presiden ketiga Indonesia

3.    KONDISI PEREKONOMIAN INDONESIA SAAT INI
Kondisi ekonomi eksternal dan sejumlah faktor internal membuat ekonomi Indonesia tahun 2013 masih belum pasti. Dari sisi eksternal, pelambatan ekonomi kawasan euro akan menurunkan permintaan dan harga komoditas. Dari sisi internal, keengganan pemerintah menekan subsidi bahan bakar minyak membuat pembangunan infrastruktur terhambat sehingga biaya logistik membengkak.
Tantangan lain adalah masalah perburuhan. Aktivis buruh masih akan menggelar unjuk rasa soal kesejahteraan tahun depan yang tinggal lima hari lagi. Kalangan pengusaha juga memberikan sinyal akan melaksanakan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. PHK massal akan menyebabkan pengangguran, yang pada gilirannya juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Ekonom Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Latif Adam, di Jakarta, Rabu (26/12/2012), mengatakan, setidaknya ada empat ancaman yang menghadang pertumbuhan ekonomi nasional tahun depan, yakni faktor politik, inflasi, krisis di kawasan euro, dan hubungan industrial. ”Tahun depan adalah tahun politik, yang akan mengurangi gerak menteri ekonomi yang berasal dari partai politik,” katanya.
Latif menjelaskan, krisis di kawasan euro, yang belum juga selesai, masih akan berdampak pada penurunan ekspor. ”Permintaan menurun, harga komoditas pun ikut turun. Beruntung Indonesia tidak terlalu mengandalkan pertumbuhan ekonomi pada ekspor, tetapi konsumsi domestik. Ironisnya, penurunan ekspor justru diikuti peningkatan impor,” ujar Latif.
Berkaca pada pengalaman tahun 2012, pada periode Januari-Oktober nilai impor mencapai 159,18 miliar dollar AS atau meningkat 9,35 persen jika dibandingkan dengan impor periode yang sama tahun sebelumnya. Data Badan Pusat Statistik itu juga menyebutkan, ekspor Januari-Oktober 2012 mencapai 158,66 miliar dollar AS atau turun 6,22 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2011. Peningkatan impor periode tersebut disebabkan oleh kenaikan impor gas bumi sebesar 109,5 persen menjadi 2,4 miliar dollar AS dan lonjakan impor nonminyak dan gas bumi (migas) sebesar 11,1 persen menjadi 124,4 miliar dollar AS. Sebagian besar impor berasal dari negara-negara ASEAN (21,35 persen), China (19,23 persen), dan Jepang (15,54 persen).
Data neraca pembayaran Bank Indonesia menyebutkan, neraca perdagangan migas masih negatif pada triwulan III-2012. Pada triwulan III-2012, defisit neraca perdagangan migas tercatat sebesar 1,0 miliar dollar AS, sedikit lebih rendah dari defisit 1,2 miliar dollar AS pada triwulan sebelumnya. Penyebabnya adalah konsumsi BBM bersubsidi yang naik sehingga impor minyak masih relatif tinggi.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika menyebutkan, Indef memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2013 berkisar 6,3 persen sampai 6,5 persen. Perkiraan itu lebih rendah daripada asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013 yang sebesar 6,8 persen. Bank Dunia dan BI juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun depan 6,3 persen. Bank Pembangunan Asia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun depan 6,3 persen-6,7 persen.
Namun, kata Erani, proyeksi pertumbuhan ekonomi itu akan sulit tercapai jika kemudian harga minyak mentah di pasar internasional tahun depan melambung sangat tinggi dan pemerintah tidak mempunyai pilihan lain kecuali menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Hal ini akan mengubah beberapa asumsi tersebut karena kenaikan harga minyak akan meningkatkan inflasi dan suku bunga sehingga investasi akan menurun.
Tahun depan, Erani memperkirakan, pertimbangan politis akan jadi lebih menonjol dalam kebijakan ekonomi sehingga sulit bagi pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang tidak populer, seperti menaikkan harga BBM bersubsidi.
Persoalannya, kata Erani, pemerintah masih tetap mempertahankan subsidi BBM. Padahal, subsidi tersebut sudah sangat membebani APBN dan mengurangi porsi anggaran untuk infrastruktur. Data Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Agus Suprijanto menunjukkan, subsidi BBM per 21 Desember 2012 sebesar Rp 186,7 triliun atau 135,9 persen dari pagu APBN.

Hanya mengendalikan
Tahun depan pemerintah memastikan hanya akan mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi. Pengendalian BBM bersubsidi itu dibahas dalam rapat koordinasi BI dan pemerintah di Gedung BI, Jakarta, Rabu. Rapat dihadiri Gubernur BI Darmin Nasution, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo.
”Kami betul-betul bicara soal pengendalian BBM bersubsidi itu,” kata Agus Martowardojo seusai rapat. Hatta Rajasa, yang dicegat terpisah di Gedung BI, menambahkan, pengendalian BBM bersubsidi itu bisa menggunakan sistem teknologi informasi yang dipasang di setiap stasiun pengisian bahan bakar untuk umum. Dengan sistem itu, kebutuhan kendaraan bisa ”dikunci” sesuai jatahnya. ”Sistem ini bisa menghemat subsidi Rp 10 triliun setahun,” kata Hatta.
Secara umum, ujar Hatta, ekonomi tahun 2013 membaik. ”Investasi dan konsumsi masih jadi sumber pertumbuhan perekonomian utama. Ekonomi tahun 2013 optimistis,” katanya.
Agus Martowardojo optimistis inflasi tahun 2013 masih terjaga pada posisi kurang dari 5 persen. Nilai tukar rupiah diharapkan terjaga pada Rp 9.300 per dollar AS pada tahun 2013.

Masalah perburuhan
Meskipun diprediksi pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi meminta pemerintah mewaspadai masalah dalam pertumbuhan ekonomi tahun 2013. Kondisi dunia usaha, terutama sektor padat karya, yang terpukul tingginya upah minimum tahun 2013, bakal memicu gelombang PHK massal. ”Bagaimana konsumsi bisa tetap tumbuh kalau banyak pabrik tutup dan pengangguran bertambah?” katanya.
Secara terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal mengatakan, jutaan buruh akan kembali berunjuk rasa sepanjang tahun 2013. Aksi buruh dengan bendera Majelis Pekerja Buruh Indonesia ini menuntut jaminan pensiun, jaminan kesehatan untuk rakyat, dan komponen acuan survei kebutuhan hidup layak sebanyak 84 butir. ”Kami juga menyikapi pelaksanaan upah minimum dan pekerja alih daya,” kata Iqbal
Kondisi perekonomian global yang masih mengalami tekanan akibat krisis menghadapkan perekonomian Indonesia pada sejumlah tantangan yang tidak ringan selama tahun 2009. Tantangan itu cukup mengemuka pada awal tahun 2009, sebagai akibat masih kuatnya dampak krisis perekonomian global yang mencapai puncaknya pada triwulan IV 2008. Ketidakpastian yang terkait dengan sampai seberapa dalam kontraksi global dan sampai seberapa cepat pemulihan ekonomi global akan terjadi, bukan saja menyebabkan tingginya risiko di sektor keuangan, tetapi juga berdampak negatif pada kegiatan ekonomi di sektor riil domestik. Kondisi tersebut mengakibatkan stabilitas moneter dan sistem keuangan pada triwulan I 2009 masih mengalami tekanan berat, sementara pertumbuhan ekonomi juga dalam tren menurun akibat kontraksi ekspor barang dan jasa yang cukup dalam. Kondisi tersebut menurunkan kepercayaan pelaku ekonomi di sektor keuangan dan sektor riil, serta berpotensi menurunkan berbagai kinerja positif yang telah dicapai dalam beberapa tahun sebelumnya.
Menghadapi tantangan tersebut, Bank Indonesia dan Pemerintah menempuh sejumlah kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mencegah turunnya pertumbuhan ekonomi yang lebih dalam melalui kebijakan stimulus moneter dan fiskal. Berbagai kebijakan yang ditempuh pada tahun 2009 pada dasarnya masih merupakan lanjutan dari serangkaian kebijakan yang telah ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah pada triwulan IV 2008.  Serangkaian kebijakan yang ditempuh tersebut tidak saja berhasil menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, tetapi juga memperkuat daya tahan perekonomian domestik, sehingga kegiatan ekonomi dapat kembali membaik sejak triwulan II 2009. Keberhasilan tersebut juga tidak terlepas dari kebijakan yang secara sistematis telah ditempuh untuk memperkuat fundamental ekonomi dan keuangan pascakrisis 1997/1998. Secara umum, perekonomian Indonesia tahun 2009 telah mampu melewati tahun penuh tantangan tersebut dengan capaian yang cukup baik. Meskipun melambat dibandingkan dengan tahun 2008, pertumbuhan ekonomi tahun 2009 dapat mencapai 4,5%,  tertinggi ketiga di dunia setelah China dan India. Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang lebih besar di tengah kontraksi perekonomian global dapat dihindari, karena struktur ekonomi yang banyak didorong oleh permintaan domestik. Setelah mengalami tekanan berat pada triwulan I 2009, stabilitas pasar keuangan dan makroekonomi juga semakin membaik sampai dengan akhir tahun 2009. Hal itu tercermin pada berbagai indikator di sektor keuangan seperti Currency Default Swap (CDS), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), imbal hasil (yield) SUN, dan nilai tukar yang membaik. Sementara itu, inflasi juga tercatat rendah 2,78%,  terendah dalam satu dekade terakhir.
Berbagai capaian positif yang mampu diraih perekonomian Indonesia pada 2009 telah semakin menguatkan optimisme akan berlanjutnya proses perbaikan kondisi perekonomian ke depan. Optimisme tersebut juga didukung oleh semakin membaiknya prospek pemulihan ekonomi global. Meskipun demikian, dinamika perekonomian ke depan masih dihadapkan pada sejumlah tantangan yang berpotensi menghambat akselerasi perbaikan ekonomi. Dari sisi eksternal, tantangan terutama berkaitan dengan dampak dari strategi mengakhiri langkah kebijakan yang ditempuh di masa krisis (exit strategy), yang antara lain berupa pelonggaran likuiditas dan ekspansi fiskal di negara maju. Tantangan eksternal juga berhubungan dengan terjadinya kecenderungan polarisasi perdagangan dunia, serta masih berlangsungnya ketidakseimbangan dalam kinerja perekonomian global. Dari sisi domestik, tantangan berkaitan dengan beberapa permasalahan yang masih dapat mengganggu efektivitas kebijakan moneter, seperti masih cukup besarnya ekses likuiditas perbankan, masih besarnya peranan investasi portofolio dalam struktur aliran modal masuk, masih munculnya potensi penggelembungan harga aset di pasar keuangan, masih dangkalnya pasar keuangan, dan berbagai permasalahan struktural di sektor riil.
Ke depan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan meningkat, sementara stabilitas harga tetap terjaga. Prospek pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh semakin pulihnya kinerja ekspor dan mulai meningkatnya kegiatan investasi. Membaiknya ekspor sejalan dengan perbaikan prospek perekonomian global termasuk negara-negara maju. Meningkatnya permintaan eksternal dan menguatnya permintaan domestik diperkirakan mendorong dunia usaha untuk mulai meningkatkan kapasitas produksi. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi tahun 2010 diperkirakan mencapai 5,5% - 6,0% (yoy). Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat, tekanan terhadap inflasi diperkirakan tetap terkendali dan berada pada kisaran sasaran inflasi tahun 2010 sebesar 5% ± 1% (yoy). Dalam perspektif yang lebih panjang, perekonomian Indonesia diprakirakan tetap membaik karena didukung oleh berbagai upaya peningkatan kapasitas, produktivitas, dan efisiensi perekonomian secara berkesinambungan. Akselerasi pertumbuhan ekonomi akan terus meningkat dan diprakirakan mencapai kisaran 6,5% – 7,5% (yoy) pada tahun 2014. Peningkatan kapasitas perekonomian tersebut mendukung upaya menurunkan inflasi ke arah sasaran inflasi jangka menengah 4% + 1% (yoy). 
Kebijakan Bank Indonesia ke depan diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan sebagai prasyarat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan dalam jangka panjang. Kebijakan moneter akan diarahkan secara konsisten dengan upaya pencapaian sasaran inflasi yang rendah baik dalam jangka pendek maupun jangka menengah. Kebijakan perbankan diarahkan tetap memperkuat ketahanan perbankan sekaligus meningkatkan fungsi intermediasi perbankan, serta mendorong pendalaman pasar keuangan. Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk mendukung penciptaan stabilitas sistem keuangan serta peningkatan efektivitas transmisi kebijakan moneter.  Selain itu, Bank Indonesia akan semakin memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik dalam menjaga stabilitas makroekonomi maupun memperkuat momentum pemulihan ekonomi nasional.

















BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan
Dari berbagai kasus yang kita ketahui tentang perekonomian di Indonesia sejak Orde Lama hingga sekarang, dapat di simpulkan bahwa keadaan ekonomi negara kita mengalami jatuh bangun. Negara kita bisa mencapai pertumbuhan ekonomi yang dapat di katakan berhasil adalah ketika pemerintahan Soeharto pada masa orde lama. Akan tetapi lambat laun , perekonomian bangsa kita mengalami gejolak, hal ini dapat dilihat dari :
  1. Kemiskinan di negara kita semakin meningkat.
  2. Pengangguran yang semakin meningkat karena lapangan pekerjaan lebih sedikit di bandingka dengan angkatan kerja.
  3. Maisih ada anak-anak yang tidak bisa merasakan pendidikan.
  4. Semakin meningkatnya para koruptor yang bebas.
  5. Maih memiliki hutang ke luar negeri 


















DAFTAR PUSTAKA

·         Yustika, Ahmad Erani. 2002. Pembangunan dan Krisis, Memetakan Perekonomian Indonesia.Jakarta: PT.Grasindo
·         http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Laporan+Tahunan/Laporan+Perekonomian+Indonesia/lpi_09.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar